Mengobarkan Semangat Untuk Mengumpulkan Kitab Para Ulama (1)
Kitab: Harga Paling Berharga bagi Seorang Penuntut Ilmu
Di antara tanda yang menunjukkan perhatian seseorang kepada ilmu agama adalah adanya semangat yang tinggi untuk dapat memiliki dan mengumpulkan kitab-kitab para ulama. Sungguh, kita akan merasakan kenikmatan ketika kita menyibukkan diri membaca dan memahami tulisan-tulisan para ulama dalam kitab-kitab mereka. Inilah kebahagiaan seorang penuntut ilmu yang sejati. Kitab itulah teman kita, yang akan menemani di saat kita sepi sendiri, yang akan menemani hari-hari kita, di manapun kita berada. Kitab itulah harta yang sebenarnya, simpanan yang kekal manfaatnya meskipun kita meninggal dunia. Jika kebanyakan orang berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta, maka seorang penuntut ilmu sejati akan bersegera dan berlomba-lomba dalam mengumpulkan sebanyak mungkin kitab-kitab syar’i, karena kitab itulah hartanya yang paling berharga.
Namun, sangat kami sayangkan, sedikit sekali di antara kita yang berkeinginan untuk membeli kitab atau (minimal) buku agama terjemahan. Jangan sampai kita merasa rugi ketika membeli kitab. Bukankah kalau ternyata kita nanti memang belum sempat membacanya sampai ajal tiba, kita masih bisa mewariskannya kepada anak cucu keturunan kita? Menurut yang kami lihat, salah satu faktor mengapa kita “merasa berat” untuk membeli kitab adalah karena merasa tidak bisa bahasa Arab. Buat apa membeli kitab, toh pada akhirnya juga tidak akan dibaca karena belum bisa bahasa Arab. Jika memang demikian alasannya, sampai kapan kita akan maju belajar bahasa Arab? Mengapa kita tidak berfikir sebaliknya? Justru ketika memiliki kitab dan kita merasa belum bisa membacanya, bukankah itu justru faktor pendorong yang sangat besar bagi kita untuk kemudian belajar bahasa Arab agar kitab yang kita miliki tidak sia-sia? Renungkanlah hal ini.
Kadang kita begitu semangat menghabiskan uang untuk membeli pulsa setiap bulannya, namun mengapa kita merasa berat untuk membeli sesuatu yang bermanfaat untuk agama kita? Padahal bisa jadi pulsa itu lebih banyak kita gunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat dan sia-sia belaka. Mengapa hati kita tidak tergerak untuk membelanjakan harta di jalan kebaikan? Di manakah kecintaan kita terhadap ilmu syar’i?
Agama Allah Ta’ala tidaklah ditolong kecuali oleh orang-orang yang jujur dan ikhlas. Mereka adalah orang-orang yang mengorbankan harta dan jiwa mereka di jalan keridhaan Allah Ta’ala. Maka mereka menjadikan jiwa, harta, pakaian, dan rumah mereka sebagai wakaf dalam rangka ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, kita dapati para ulama salaf kita dahulu, mereka adalah orang-orang yang bersemangat dalam mengumpulkan kitab. Mereka tidak segan-segan menjual apa pun yang mereka punya untuk dapat memiliki kitab dan tetap bisa belajar ilmu syar’i. Itulah kebahagiaan mereka, namun sedikit sekali kita yang mau mencontohnya.
Menjual Pakaian demi Menuntut Ilmu Syar’i
Para ulama salaf kita yang mulia telah mencontohkan bagaimana mereka berkorban dengan susah payah di jalan thalabul ‘ilmi, sampai-sampai mereka menjual pakaian mereka. Karena mereka meyakini bahwa pakaian ilmu dan takwa serta iman itu lebih baik daripada pakaian jasad dan badan. Berikut ini sebagian kisah mereka yang menunjukkan semangat mereka dalam mengorbankan harta demi tetap menuntut ilmu agama.
Abu Hatim Ar-Razi rahimahullah berkata,“Aku tinggal di Basrah delapan bulan, pada tahun 214 H, dalam rencanaku, aku ingin tinggal selama setahun (untuk menuntut ilmu). Namun, bekalku habis sehingga aku menjual pakaianku satu demi satu, sampai aku kehabisan bekal sama sekali.” [1]
Imam Baqi’ bin Mukhallad Al-Andalusi rahimahullah berkata pada suatu hari dengan murid-muridnya,“Menuntut ilmukah kalian? Apakah seperti ini menuntut ilmu? [Maksudnya, kalian belum pernah merasakan kesulitan menuntut ilmu dan berkorban di jalannya.] Jika salah seorang di antara kalian tidak ada kesibukan, kalian baru mengatakan,’Aku mau pergi belajar.’ Sungguh aku mengetahui ada seseorang [maksudnya dirinya sendiri] yang melalui hari-hari menuntut ilmu dalam keadaan tidak ada makanan kecuali daun sayuran yang sudah dibuang manusia. Sungguh aku juga mengetahui seseorang [maksudnya dirinya sendiri] yang beberapa kali menjual celananya untuk membeli kertas agar bisa menulis. [Maksudnya, jika perbekalan semakin menipis dan masih tersisa beberapa potong celana, maka dijuallah celana itu agar bisa mendapatkan uang sehingga bisa terus menuntut ilmu.]” [2]
Abu Muhammad Al-Firghani rahimahullah berkata,“Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah bepergian tatkala tumbuh dewasa dan umurnya saat itu baru dua belas tahun. Dia sudah diizinkan oleh bapaknya. Selama menuntut ilmu, bapaknya mengirimkan keperluan-keperluannya [yang dapat membantu ketika menuntut ilmu] ke negeri tempat beliau tinggal. Imam Ibnu Jarir berkata,’Uang saku dari bapakku terlambat datang. Aku terpaksa memotong bajuku [kantung baju yang besar atau jubah] dan menjualnya“. [3]
Abu Hatim Ar-Razi rahimahullah berkata,“Aku pergi menuju Mesir. Tatkala aku melihat banyaknya ilmu di sana, aku memiliki keinginan kuat untuk menetap di sana. Aku menyewa seseorang untuk menyalin kitab ‘Imam Syafi’i.’ Selama di Mesir aku juga telah membeli dua buah baju yang akan aku jahit sendiri apabila nanti kembeli ke negeriku. Ketika aku sangat ingin menyalin kitab Imam Syafi’i, aku kehabisan uang. Maka aku menjual dua buah bajuku itu seharga 60 dirham. Kugunakan yang 10 dirham untuk membeli kertas dan sisanya untuk kami berikan kepada orang yang menyalin kitab Imam Syafi’i untukku.“ [4]
Kami yakin bahwa kondisi kita saat ini tidaklah seperti kondisi para ulama di atas. Di antara kita mungkin memiliki kelebihan harta yang sangat berlimpah. Oleh karena itu, renungkanlah -semoga Allah Ta’ala menjaga kita semua- bagaimanakah kesungguhan dan pengorbanan mereka demi meraih ilmu dan terus belajar tanpa terputus. Lalu bandingkanlah dengan “kesungguhan” kita dalam belajar agama. [Bersambung]
Oleh seorang hamba yang sangat membutuhkan ampunan Rabb-nya,
Penulis: M. Saifudin Hakim
Catatan kaki:
[1] Jarh wa Ta’dil, hal 363. Dikutip dari Kaifa Tatahammasu li Tholabil ‘Ilmi Syar’i, hal. 47. [2] Mu’jam Al-Udabaa’, 7/83. Dikutip dari Kaifa Tatahammasu li Tholabil ‘Ilmi Syar’i, hal. 47-48. [3] Tadzkiroh Al-Hafizh, 3/711. Dikutip dari Kaifa Tatahammasu li Tholabil ‘Ilmi Syar’i, hal. 48. [4] Diringkas dari Jarh wa Ta’dil. Dikutip dari Kaifa Tatahammasu li Tholabil ‘Ilmi Syar’i, hal. 49.
Artikel Muslim.Or.Id
🔍 Jual Beli Kredit, Ayat Alquran Tentang Nuzulul Qur An, Ayat Quran Tentang Syukur, Materi Ramadhan
Artikel asli: https://muslim.or.id/24228-mengobarkan-semangat-untuk-mengumpulkan-kitab-para-ulama-1.html